Stok Rumah Tak Terserap Menumpuk di Bali, Konsumen Terkendala Pembiayaan KPR

Stok Rumah Tak Terserap Menumpuk di Bali, Konsumen Terkendala Pembiayaan KPR

Denpasar, Bali — Pasar properti residensial di Bali kini berada dalam tekanan. Perlambatan penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) oleh lembaga perbankan menjadi penyebab utama terhambatnya transaksi jual beli rumah, khususnya di segmen menengah. Akibatnya, stok unit hunian yang belum terjual terus menumpuk di berbagai kawasan strategis di Bali.

Fenomena ini mulai terasa sejak awal tahun, ketika sejumlah bank mulai memperketat persyaratan KPR di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih. Menurut pengakuan pengembang lokal, proses pengajuan KPR yang berbelit-belit dan tingkat penolakan yang tinggi membuat banyak calon pembeli menunda atau bahkan membatalkan rencana membeli rumah.

Sudah hampir tiga bulan terakhir, kami mengalami penurunan penjualan yang cukup drastis. Banyak konsumen yang tertarik, tapi gagal mendapatkan persetujuan KPR karena alasan scoring kredit, penghasilan tidak tetap, atau dokumen yang dianggap kurang lengkap.

Kondisi diperburuk oleh tren kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini berdampak langsung pada kenaikan bunga KPR, sehingga cicilan bulanan menjadi lebih berat bagi konsumen, terutama kalangan pekerja swasta dan informal yang jumlahnya signifikan di Bali.

Pasar Ada, Tapi Tidak Bisa Beli

Menurut data dari beberapa agen properti, permintaan terhadap rumah di Bali sebenarnya masih stabil, terutama dari kalangan lokal dan pekerja yang ingin menetap jangka panjang. Namun, kemampuan membeli mereka terkendala akses pembiayaan.

Kalau dilihat dari minat, cukup tinggi. Banyak yang datang untuk survei, bertanya-tanya harga, bahkan tertarik dengan lokasi dan desainnya. Tapi saat masuk proses pengajuan KPR, banyak yang mundur karena tidak lolos. Ini bukan soal harga, tapi soal sistem pembiayaan yang belum berpihak ke masyarakat luas.

Wilayah yang paling terdampak oleh penumpukan stok ini antara lain Denpasar, Badung, hingga Gianyar — kawasan-kawasan yang sebelumnya dikenal dengan tingkat serapan pasar yang tinggi.

Pengembang Mulai Lakukan Penyesuaian

Menghadapi situasi ini, sejumlah pengembang mulai menawarkan alternatif agar tetap menarik minat pasar. Beberapa strategi yang digunakan antara lain adalah:

  • Skema cicilan langsung ke pengembang tanpa bank

  • Diskon uang muka (DP)

  • Program subsidi bunga KPR atau bantuan pengurusan administrasi

Namun demikian, para pelaku industri menyadari bahwa insentif-insentif tersebut belum cukup kuat untuk menggerakkan pasar secara signifikan tanpa dukungan dari sektor perbankan.

Perlu Peran Aktif Pemerintah

Pengembang dan asosiasi properti kini mendorong pemerintah daerah dan pusat untuk mengambil langkah konkret. Kolaborasi antara regulator, bank, dan pengembang dinilai krusial untuk menciptakan sistem pembiayaan perumahan yang lebih inklusif dan efisien.

Dengan pertumbuhan ekonomi Bali yang mulai kembali pulih pasca pandemi dan peningkatan arus migrasi pekerja ke wilayah ini, kebutuhan akan hunian terjangkau sebenarnya masih tinggi. Namun jika akses pembiayaan tetap terhambat, dikhawatirkan backlog perumahan justru akan semakin meningkat di tengah geliat pemulihan ekonomi yang belum merata.



 
Posted on Apr 30, 2025